Budaya, siapa yang harus menjaganya? Itulah yang menjadi pertanyaannya, karena budaya sangat riskan terhadap waktu. Waktu yang akan menggilasnya, bagaimana cara menjaganya, ini dia caranya…
Budaya akan tetap bertahan, ada, populer, diminati jika masyarakat pemilik budaya tersebut masih mengidolakan terhadap kegiatan budaya tersebut. Kata lain yang cocok aadalah cinta daerahnya masing-masing, dengan cara mencintai daerahnya masing-masing maka secara tidak langsung mereka semua cinta terhadap bangsa dan negaranya.
Jika dari 100% masyarakat tersebut pelaku budayanya 60% dari kalangan anak muda, maka budaya tersebut tumbuh sangat subur, apabila dari 100% paku budayanya adalah 60% yang terdiri dari orang tua, maka budaya tersebut masih bisa bertahan, akan tetapi butuh sosialisi yang sangat inten, karena 60% terdiri dari orang tua, maka pelaku budaya tersebut akan tergeser oleh waktu. Sedangkan dari semua itu terbalik, jika dari masyarakat setempat pelaku budayanya adalah 40% orang tua, maka budaya tersebut tinggal menunggu waktu saja, maka budaya tersebut akan terkubur bersama pelaku budaya yang 40% tersebut, dan akan digantikan oleh budaya yang sedikit berbeda ataukah yang sangat berbeda.
Mari kita jaga budaya yang telah ada, yang disebut Indonesia, karena roh-roh budaya yang beragam besemayam dalam tubuh NKRI. Cintai lingkungan sendiri, filterisasi terhadap budaya yang baru, pilah dan pilih, sesuaikan dengan budaya timur, baru menentukan sikap. Bagaimana menurut pembaca? Semoga bermanfaat.
- “Kartini” Aku mengenangmu
- Layangan adu putus/budaya parabenan di Situbondo
- Desa semakin terkenal di dunia Instagram
- Teraniaya bukan berarti terpuruk, gradasi kehidupan
- Budaya, siapa yang harus menjaganya?
- Karya rupa yang memiliki banyak nama
- Awan pada batik Situbondo
- Pakpolo arena, Empat puluh harinya
- Persiapan Ancak Agung 2015, sempat diguyur hujan. Tetap semangat
- ANCAK AGUNG, CARA MASAYARAKAT SITUBONDO CINTA RASULULLAH SAW